Aku, Sunyi dan Sepi

Ada satu masa dimana hidupku sangat berwarna hingga tak ada satu pun yang luput dari pandangan karena takjub akan anugerah yang diberikan kepada diri ini. Dalam warna yang kupandang ada khilaf disana karena tak semua warna kukenal. Namun hidupku penuh akan makna hidup yang kujalani.

Yah, mungkin ini tentang masa lalu yang selalu begitu, tak bisa lepas dari benak hingga untuk menatap ke masa depan sungguh butuh perjuangan, bagaimana tidak, aku selalu menang, tidak pernah sekalipun kalah, ajaib memang. Itulah sebabnya kemenangan demi kemenangan dimasa lalu begitu membelenggu. Tentang cinta, tentang cita, tentang asa dan tentang kasih dalam jiwa, selalu menang.

Adakah manusia lain seperti aku? Memiliki masa dimana kemenangan selalu menghampiri, sementara aku tak sedang berjudi, berkompetisi, atau pun bersaing dengan siapapun, tapi menang dalam jiwa, menang dalam hasrat, menang dalam tiap hembusan nafas yang kuhela, hingga merdeka dalam batin adalah anugerah yang sangat berarti. Namun itu semua bukanlah tanpa perjuangan, aku memperjuangkan kemenanganku dan kemerdekaanku dengan segenap jiwa dan raga hingga tak ada satu makhluk pun menjadi penghalang atas kehendak gelora jiwa.

Waktu pun berlalu dan kutemukan kehilangan demi kehilangan yang berujung pada kekalahan demi kekalahan. Satu persatu bangunan kemenangan yang kuraih runtuh dihadapanku. Cinta, cita, asa dan kasih dalam jiwa terenggut dari genggamanku, terhempas dari pelukku, hilang direbut kehendak nafsu keinginan dan sampailah aku dalam masa-masa kelam kehidupan.

Tanpa teman kumencoba memungut kembali satu-persatu mimpiku dan diperjalanan kutemukan teman-teman baru. Namun aku selalu kalah tak ada satu pun kehendak terpenuhi, hingga satu hari aku temukan sahabat, satu persatu kutemukan sahabat diantara kesendirianku. Secara usia mereka sangat berjarak dari diriku hingga apa yang aku pahami dengan apa yang sahabat-sahabatku sadari seperti langit dan bumi, namun bukan aku kalau tak kutemukan cara untuk memahami sesuatu.

Sedikit demi sedikit aku memperkenalkan tentang idealisme, tentang sastra, tentang politik, sosial dan organisasi, aku pun dipanggil “orang tua” karena cara berpikirku memang mungkin seperti orang tua mereka, yah romantika, dinamika dan dialektika dimasa mereka, senang melihatnya.

Diantara riuhnya perjalanan hidupku sekarang ini sepi dan sunyi senantiasa membelenggu, kehadiran seorang kekasih untuk menemani menggapai mimpi sangat dinanti, hingga tindakan-tindakan bodoh pun terkadang terjadi, namun tak ada yang kusesali karena inilah hidupku.

Seorang pejuang tak takut hidup sendiri.

2 thoughts on “Aku, Sunyi dan Sepi

Leave a comment